Traveltext.id

KEMENPAREKRAF AJAK PELAKU KREATIF DISKUSI STRATEGI BANGKITKAN PAREKRAF

KEMENTERIAN Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengajak pelaku usaha kreatif untuk mendiskusikan kendala yang dihadapi selama pandemi COVID-19 agar dapat dirumuskan kebijakan atau strategi yang tepat.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, dalam acara NGOPREK (Ngobrol Bareng Pelaku Ekonomi Kreatif) yang dilakukan secara hybrid, di Balairung Soesilo Soedarman, Jakarta, Selasa (23/2), menuturkan melalui acara ini, ia ingin mendengar kendala dan masukan dari pelaku kreatif untuk dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19 dan terbatasnya pergerakan ekonomi.

“Do whatever we can, karena sekarang kita harus beralih dari kompetisi ke kolaborasi, if you can not beat them, you join, collaborate, hal ini dilakukan untuk survive di masa pandemi ini. Untuk itu, sebagai pemerintah, kita perlu mendengar keluh kesah serta masukan dari pelaku usaha agar masalah atau hambatan yang dihadapi dapat diidentifikasi dan diselesaikan dengan cepat dan akurat,” ujarnya.

Pada 2019 sektor ekonomi kreatif menyerap sekitar 17 juta tenaga kerja. Dari data tersebut, menunjukkan bawah Indonesia memiliki potensi yang besar dalam bisnis ekonomi kreatif.

“Untuk itu, kita harus gerak cepat dan gerak bersama dalam merumuskan berbagai kebijakan. Sehingga bisa menciptakan mata pencaharian bagi pelaku industri kreatif Indonesia,” kata Sandiaga

Sementara, Komisaris Utama Garuda Indonesia, Triawan Munaf, mengatakan apa yang dilakukan ini merupakan bentuk dari kepedulian semua terhadap pelaku kreatif di Indonesia.

“Industri kreatif ini harus selalu adaptif terhadap perubahan situasi, dan dengan respon dari Kemenparekraf ini semoga akan mempermudah pelaku kreatif di masa pandemi yang tidak menentu dan dapat memulihkan sektor ekonomi kreatif,” kata Triawan Munaf.

Sementara Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia, Chandra Darusman, mengatakan saat ini memang industri musik masih sedang dalam survival mode, tabungan sudah habis, alat sudah di jual, tapi harus tetap berkarya.

Ia mengatakan pernah melakukan survei terkait musik di era pandemi. Ada tiga hal penting yang diperoleh dari survei tersebut. Pertama, mayoritas populasi musisi diisi oleh musisi café, seiring terpuruknya dunia pariwisata, khususnya bagi pihak hotel dan restoran, musisi café pun juga terkena dampaknya.

Lanjut Chandra, kedua pendapatan musisi café rata-rata sekitar Rp1 juta–Rp5 juta perbulan. Jadi, asumsinya kalau ada bantuan langsung tunai Rp1 juta hanya survive untuk satu bulan. Ketiga, baru 14 persen musisi yang masuk ke dunia digital.

“Maka dari itu, ada dua opsi agar musisi bisa bertahan, yaitu musisi tetap di dunia musik tapi harus cepat beradaptasi dengan kemajuan digital atau mereka beralih profesi. Kalau menetap di dunia musik maka kita harus mampu memberikan tools serta pendampingan bagi pelaku parekraf untuk bisa digitalisasi,” tuntasnya. [traveltext.id]