Traveltext.id

EKONOMI SULIT, BISNIS HOTELIER MASIH DIKEPUNG BERAGAM PERSOALAN

TERNYATA industri perhotelan secara nasional diprediksi tidak akan terlalu semarak menjelang tutup tahun, pasalnya industri ini dibebani beragam masalah. Sejak awal tahun, bisnis hotel diterpa isu terkait harga tiket pesawat yang melonjak naik, alhasil tingkat okupansi hotel sejak awal tahun merosot tajam.

Menurut Maulana Yusran, Wakil Ketua Umum PHRI mengatakan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat penghunian kamar hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Agustus 2019 tercatat rata-rata 54,14% atau turun 5,87 poin dibandingkan capaian yang sama tahun sebelumnya. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat banyak problem yang turut menekan kinerja industri perhotelan.

“Hingga di kuartal terakhir tahun ini seharusnya industri perhotelan bisa sedikit bertumbuh. Hanya saja, situasi politik yang terjadi dengan banyaknya demonstrasi di berbagai wilayah serta adanya kebakaran lahan dan hutan justru membuat kondisi semakin tertekan,” ujarnya.

Dikatakan, okupansi hotel untuk tahun 2019 sangat buruk karena turun sangat drastis, secara nasional okupansi drop sejak November tahun lalu. Ya kami berharap masih ada pertumbuhan dalam dua bulan ini untuk mengurangi kerugian tadi. Sayangnya untuk akibat demonstrasi yang berakhir ricuh membuat tingkat pembatalan pemesanan kamar juga tinggi. Harapannya situasi kondisi politik kembali stabil, sehingga bisnis perhotelan pada kuartal IV ini mampu kembali bertumbuh sesuai dengan yang diharapkan.

“Secara rata-rata dalam satu tahun itu tingkat okupansi tidak akan lebih dari 60% itu paling tinggi menurut saya. Ini kalau ditotal dari Januari hingga Desember itu tidak lebih dari 60% malah bisa di bawah itu kalau situasi seperti ini berlanjut,” kata Maulana Yusran.

Ditambahkannya, yang bisa diharapkan pada kuartal IV adalah permintaan dari meeting, incentive, convention & exhibition (MICE) dari kalangan pemerintah dan swasta. Selain itu juga ada momentum Natal dan Tahun Baru yang akan mengerek pertumbuhan, namun semua itu bisa saja tak sesuai harapan kalau situasi keamanan dan politik tidak stabil.

“Bahkan kami menilai hotel sekitar Sudirman hingga kawasan DPR terjadi penurunan 10% lantaran dampak aksi demo menolak UU KPK dan RUU KUHP. Walau begitu, bisnis hotel terus berjalan. Dampak demo tentunya memberi dampak bagi bisnis hotel lantaran mengganggu kenyamanan tamu dan akses. Pembatalan kegiatan juga terjadi,” ungkapnya.

Dijelaskannya kembali, walaupun begitu, hotel yang terdampak tidak secara keseluruhan melainkan tergantung dari areanya. Karenanya, hotel-hotel daerah Sudirman hingga kawasan DPR yang menjadi panggung demo yang paling merasakan dampaknya. Dari sana, pihaknya menilai terjadi penurunan 10% dari kegiatan, mulai dari permintaan untuk rapat maupun kamar.

“Nah, untuk antisipasinya PHRI juga mempercayakan aparat kepolisian mampu menjaga ketertiban massa. Sedangkan, dari pihaknya juga terus menghimbau para anggotanya untuk mengantisipasi secara lokal yang mana tentu dengan menjaga properti masing-masing supaya tidak ada massa yang masuk. Karena kami punya tamu yang harus dilindungi dan kami berharap supaya aksi tersebut tidak berlarut-larut lantaran mengganggu seluruh aktivitas,” tuntasnya. [kontan.co.id/photo special]