TARGET devisa pariwisata sebesar US$17,6 miliar dinilai kurang efektif dalam membantu perbaikan defisit transaksi berjalan di tengah performa neraca dagang yang babak belur.
Menurut Direktur Riset CORE Indonesia Piter R. Abdullah mengatakan saya pesimistis lonjakan devisa dari pariwisata ini akan benar-benar membantu perbaikan defisit transaksi berjalan, terutama bila neraca perdagangan tetap defisit.
“Dengan target US$17.6 miliar artinya kenaikan devisa dari pariwisata hanya sebesar kurang lebih US$1.5 miliar pada tahun ini. Seperti diketahui, total defisit transaksi berjalan mencapai US$31,7 miliar atau 2,9% terhadap PDB,” ujarnya.
Dikatakan,kalau target ini tercapai, maka yang akan membaik adalah neraca perdagangan jasa. Semua pihak tahu karakteristik defisit transaksi berjalan umumnya adalah surplus di neraca barang dan neraca pendapatan sekunder.
“Padahal, sumber defisit umumnya berasal dari neraca jasa dan pendapatan primer. Kecuali pada tahun 2018 dimana neraca perdagangan mengalami defisit besar sehingga total defisit transaksi berjalan sangat besar disekitar 3% terhadap PDB,” kata Piter.
Ditambahkannya, meskipun begitu upaya pemerintah dan BI untuk memacu surplus dipariwisata harus diapresiasi. Ini akan sedikit banyak membantu perbaikan defisit transaksi berjalan.
“Pemerintah dan Bank Indonesia, sepakat menetapkan proyeksi devisa dari sektor pariwisata sebesar US$17,6 miliar meningkat dari realisasi US$16 miliar tahun lalu. Sebelumnya, Kementerian Pariwisata menargetkan devisa sebesar US$20 miliar untuk tahun 2019. Devisa ini diyakini akan diperoleh melalui kunjungan wisatawan hingga 20 juta orang tahun ini,” ungkapnya. [bisnis.com/photo special]
Add comment