KEMENTERIAN Pariwisata (Kemenpar) menargetkan sektor pariwisata Indonesia mampu menghasilkan devisa US$17,6 miliar atau melampaui devisa dari sawit yang selama ini terbesar.
Menurut Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya saat menjadi narasumber dalam acara Media Visit di Menara Kompas, Jakarta, mengatakan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tumbuh sebesar 25,68%. Naik signifikan dari tahun 2018 yang tumbuh 13%. Artinya naik dua kali lipat, dan jauh lebih tinggi dari pertumbuhan di ASEAN yang hanya 7%.
“Oleh karena itu, saya menargetkan sektor pariwisata bisa menjadi penghasil devisa terbesar dengan angka proyeksi US$17,6 miliar. Angka tersebut mengalahkan devisa dari Crude Palm Oil (CPO) sebesar US$16 miliar,” ujarnya.
Dikatakan, kalau target pencapaian 20 juta wisman pada 2019 belum tercapai, dengan penghasilan devisa pariwisata akan jadi nomor satu, melebihi CPO yang kini devisanya US$16 miliar. Untuk mencapai target tersebut Kementerian Pariwisata memiliki tiga strategi pada 2019 yaitu pengembangan pemasaran, pengembangan destinasi, dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor pariwisata.
“Di bidang pemasaran kami 70% menggunakan digital. Karena saat ini sudah era digital. Costumer kita juga 70% sudah menggunakan digital. Tidak hanya itu, ada juga Crossborder tourism, Low Cost Carrier Terminal, dan Tourism Hub,” kata Menpar.
Ditambahkannya, untuk pengembangan destinasi sendiri, pemerintah Indonesia sudah menetapkan 10 destinasi prioritas. Dari 10 destinasi itu 4 telah ditetapkan menjadi destinasi super prioritas yang akan dipercepat pengembangannya, yaitu, Danau Toba, Borobudur, Mandalika, dan Labuan Bajo. Untuk SDM, pada 2019 kami targetkan ada 500 ribu orang yang tersertifikasi level ASEAN.
“Terkait tantangan dari sektor pariwisata pada 2019, kebijakan tarif di industri penerbangan sangat mempengaruhi sektor pariwisata. Dia berharap ada price elasticity atau harga yang fleksibel. Jika harga tiket untuk penerbangan domestik naik, secara otomatis akan berpengaruh pada permintaan tiket. Turunnya jumlah permintaan tiket tersebut kemudian bisa berdampak pada sektor pariwisata di Indonesia,” ungkapnya.
Dijelaskannya kembali, kalau ingin menaikan tarif jangan langsung besar dan mendadak. Sesuatu yang mendadak dan besar dampaknya relatif tidak bagus apalagi kalau itu kenaikan harga suatu barang atau jasa. Jadi kalau mau naik 100% proyeksikan saja naiknya secara bertahap. [traveltext.id]
Add comment