KAWASAN dari Kuta Mandalika yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat ini, mulai menunjukkan pesonanya bagi para wisatawan dosmetik maupun mancanegara yang berkunjung ke pantai yang berada di Lombok Tengah ini.
“Yang menjadi ikon dari pantai ini dilihat dari pasirnya yang berbeda, butir pasir pantainya agak besar, seperti merica, biasanya banyak yang tertarik untuk dijadikan hiasan pernak pernik, apalagi ketika pasirnya semakin digali ada yang warnanya hijau, tergantung dari kedalaman pasir,” kata staf administrasi Segara Anak Hotel dan Restauran asal Praya, Kadek Ayu.
Selama kurang lebih 12 tahun tinggal di daerah tersebut, Kadek Ayu merasakan perbedaan di setiap perkembangan Pantai Mandalika. “Kalau dulu, sebelum ada pembangunan Bandara di Lombok ini, ya hotelnya di sepanjang bibir pantai hanya ada sedikit, awalnya hanya beberapa hotel, tetapi mulai dibangun homestay setelahnya, terus kunjungan dari wisatawan asing dan domestik hampir sama sih, ada musim ramainya dan kadang juga ada sepinya,” jelasnya.
Pantai Mandalika yang berjarak sekitar 30 menit dari Bandara Internasional Lombok, Praya, ini terbentang sepanjang 14,6 km, di antaranya dari Pantai Mandalika, Pantai Seger, hingga Pantai Tanjung Aan.
Para wisatawan asing lebih banyak memilih untuk melakukan surfing (berselancar) di sepanjang Mandalika, namun surfing tidak dapat dilakukan di Pantai Kuta yang dipenuhi karang, jadi hanya dapat dilakukan di Pantai Tanjung Aan.
Pesona Kuta Mandalika yang mampu menggugah kedatangan wisatawan ialah keberadaan karangnya yang kerap dijadikan spot foto, maupun pasir pantainya yang putih dan bersih. Pasir Pantai Kuta Mandalika yang putih bersih ditambah lagi dengan teksturnya yang membundar. Selain itu, kerap dijumpai ukuran pasir sebesar butiran merica seperti juga dijumpai di Pantai Tanjung Aan.
Pasir Kuta Mandalika yang menyerupai merica ini terbentuk dari fosil cangkang mikroorganisma yang hidup di lingkungan air, terutama di laut. Keberadaan dari cangkang yang terdampar di pantai dan berkumpul secara menyeluruh membentuk pasir putih.
Bagi wisatawan yang berkeinginan melihat pasir hitam, disarankan untuk menuju perumahan nelayan yang jaraknya sekitar 30 menit dari Pantai Kuta Mandalika. Di sepanjang kawasan Mandalika, beragam jenis pasir dan pilihan spot berfoto menjadi daya tarik dari wisatawan.
Selain itu, para wisatawan juga disuguhi dengan perayaan Bau Nyale yang kerap dilaksanakan setiap bulan Februari. Menurut Kadek Ayu, sekitar 75% wisatawan mancanegara, dari Eropa dan Amerika dan 25 persen wisatawan domestik tertarik dengan tradisi menangkap cacing laut tersebut.
Sesuai dengan penanggalan Suku Sasak, banyak masyarakat mengikuti tradisi Bau Nyale yang bersifat turun temurun. Dalam tradisi ini, masyarakat menangkap cacing laut di sepanjang pantai Pulau Lombok.
Tradisi Bau Nyale ini juga memiliki nilai histori tersendiri yang juga dipercaya oleh masyarakat setempat. “Terkenalnya di Kuta, Mandalika ini, salah satunya karena tradisi menangkap cacing laut setiap bulan Februari, terus juga menampilkan karnaval, pentas drama, lomba gendang belig, dan sebagainya,” ujar Kadek Ayu.
Bagi para pencari cacing laut ini dilakukan dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa, laki-laki maupun perempuan, tak ada batasan. Hasil tangkapan masyarakat berupa cacing laut ini layak dikonsumsi dengan kandungan protein yang dimilikinya.
ITDC Bali
Selain itu, sejak ada pengelolaan dari Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Nusa Dua, Bali, maka BUMN itu menghadirkan agenda pelatihan bagi local guide (pemandu wisata daerah) di wilayah Mandalika.
“Dari pengelola ITDC, lalu diadakan pelatihan kayak segi bahasanya, tata cara menjadi guide bagaimana, dan cara menyapa tamu dengan baik. Selain itu, pemilik usaha wisata di sekitar Kuta ini, lebih mengutamakan merekrut lulusan SMK bidang Pariwisata dibandingkan dengan lulusan dari sekolah favorit,” kata Kadek Ayu disela-sela menerima puluhan wartawan dari Bali dalam kunjungan bersama OJK Bali ke Lombok, 29 Juni – 2 Juli 2019.
Selain itu, ITDC juga mengajak kalangan BUMN lain untuk bersama-sama mewujudkan wilayah Mandalika menjadi pusat bisnis pariwisata agro berkelas dunia yang luasnya 12.000 hektare, sekaligus menjadikan Mandalika sebagai pusat ekonomi khusus berbasis pariwisata dengan meng-copy paste software Nusa Dua sejak 2013.
Dalam BUMN Marketeers di Nusa Dua (2017), Direktur Konstruksi dan Operasi PT Pengembangan Wisata ITDC, AA Ngurah Wirawan, menjelaskan kawasan agro dan ekowisata di Nusa Dua Bali hanya 300 hektare, sehingga banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh PT Telkom, PT Pelabuhan Indonesia, PT Wijaya Karya, Garuda, PLN, dan BUMN terkait lainnya.
Pihak PT Telkom, menurut Ngurah Wirawan, bisa membangun aplikasi online karena 40% pemasaran hotel berbintang empat di dunia menggunakan aplikasi online dan juga 60% pemasaran hotel berbintang tiga ke bawah menggunakan online travell agent, karena inilah masa depan pariwisata dunia.
“Biasanya begitu pesawat mendarat, para wisatawan langsung menghidupkan HP dan akan langsung muncul Wellcome in Nusa Dua, karena itu mobile aplication sangat penting untuk kegiatan pemasaran Nusa Dua ataupun Mandalika,” ujarnya.
Sarana wisata lainnya di kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2017 itu adalah fasilitas MICE, hotel, apartment, golf, diving, snorkling, yachting, sekolah pariwisata dan lainnya, karena itu proyek jalan tol, waduk, bandara, dan jaringan utilitas bawah tanah (kabel atau fiber optik, pipa air dan pipa gas), akan dimaksimalkan melibatkan perusahaan negara.
Dibalik pesona dari kawasan Kuta Mandalika ini, perjalanannya berawal dari pemandangan yang hanya berupa pantai. Selain itu, juga dijumpai beberapa hunian dalam bentuk gubug dan warung-warung secara ilegal dibangun. Beberapa diantaranya ada yang menjadikan sebagai tempat tinggal.
Penduduk yang menempati di kawasan dari Kuta Mandalika ini, didominasi dari luar Kuta, di antaranya dari Desa Sade dan Rambitan, sedangkan penduduk asli Kuta membuat pemukiman yang jauh dari wilayah Kuta Mandalika, baik bekerja sebagai nelayan, petani, dan ada juga sebagai PNS.
“Waktu bandara mulai dibangun dan diresmikan, mereka mulai digusur karena itu tanah pemerintah bukan tanah sendiri, hunian ilegal yang dibangun di atas tanah pemerintah, sekitar 20-an hunian, digusur total setelah Pemerintah setempat mau mencanangkan untuk membuat kawasan baru,” ujar Kadek Ayu.
Staf hotel yang sudah 12 tahun berada di Lombok Tengah itu menjelaskan bahwa sekitar tahun 2017, mulai terdapat pembangunan yang dikelola oleh ITDC, Nusa Dua, Bali. Selama perkembangan pun, seperti masjid dan arena spot foto, sudah mulai menjadi daya tarik wisatawan.
Pihaknya juga mengharapkan pengelolaan kawasan Kuta Mandalika terus berkembang dan selalu memberdayakan SDM dari warga lokal setempat, sehingga dengan pengembangan yang baik akan dapat berdampak pada jumlah wisatawan yang berkunjung ke hotel tempatnya bekerja. [antaranews/photo traveltext]