PENGEMBANGAN pariwisata atau tourism 4.0 di Indonesia semua ditujukan bagi wisatawan milenial dengan target pertumbuhan yang berlipat. Bahkan destinasi super prioritas pun berlomba-lomba mengincar para wisatawan milenial ini karena alasannya wisatawan milenial tercatat jumlahnya mencapai 50% dari keseluruhan wisatawan mancanegara (wisman) inbound ke Indonesia dengan proyeksi pertumbuhan berlipat.
Terlebih lagi salah satu negara tetangga kita sebut saja, Malaysia dalam program tourism 4.0 menargetkan pertumbuhan 4 kali lipat pada 2030, sedangkan Spanyol menjadi negara yang paling berhasil dalam tourism 4.0 alias menjaring wisatawan milenial.
Nah, untuk itu karena adanya perubahaan perilaku yang cenderung lebih mandiri dan individual dari wisman milenial yang dahulu dikenal sebagai group tourism sekarang lebih banyak yang menjadi individual tourism, dengan usia 15-23 tahun. Kelompok wisatawan milenial saat ini mendominasi negara-negara sumber wisman dunia.
Contoh, destinasi Labuan Bajo yang juga menjadi salah satu dari sepuluh destinasi prioritas nasional. Labuan Bajo yang terletak di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) boleh dikata memiliki banyak obyek wisata, karena terdiri dari pulau-pulau kecil yang menghubungkan seluruh keindahan menjadi sebuah pesona yang menawan, mulai dari wisata pantai, laut, bukit serta padang rumput yang menggoda
Kita tahu bahwa destinasi Labuan bajo ini adalah salah satu dari sepuluh destinasi prioritas nasional, dan dari sepuluh itu empatnya itu adalah super prioritas, di antaranya Labuan Bajo, Mandalika, di Nusa Tenggara Barat (NTB), Danau Toba dan Borobudur.
Kini, Labuan Bajo sudah berkembang pesat menjadi sebuah gerbang destinasi wisata dunia yang terus mendapat perhatian serius dari pemerintah, sehingga pemerintah pun, akhirnya melanjutkan kembali pembangunan infrastruktur Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo, untuk mendukung peningkatan jumlah kunjungan wisman.
Labuan Bajo pun telah berencana mengarap pasar milenial dengan menyelesaikan tujuan obyek wisata digital yang instagramable untuk dapat menjaring lebih banyak lagi generasi milenial yang senang berwisata. Alasannya simple: karena wisatawan milenial sangat sadar akan kebutuhan untuk diakui dengan foto-foto yang indah untuk diunduh di akun instragram. Saat ini diperkirakan pengguna aktif Instagram melebihi angka 400 juta setiap bulannya.
Bahkan Menteri Pariwisata, Arief Yahya pun sering mengingatkan bahwa destinasi pariwisata yang berbasis digital merupakan instrumen yang baik untuk menarik minat kunjungan dan memobilisasi wisatawan milenial. Pentingnya peran media digital bagi keberlangsungan pariwisata, terlebih, aktivitas pariwisata yang berjalan kini banyak dilakukan oleh anak muda dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Selain itu, segmen pasar kaum milenial sangat penting karena kehadiran mereka di sosial media berpengaruh besar bagi pariwisata. Maka, saya menekankan, kesiapan pariwisata berbasis digital pun harus dilakukan secara serius untuk menarik minat kunjungan wisatawan kaum milenial,” ujar Arief Yahya.
Hal inilah yang membuat destinasi Labuan Bajo semakin menggeliat dalam usaha pembangunan lanjutannya untuk penataan kawasan wisata Labuan Bajo yang dilakukan secara bertahap dari tahun 2019-2021.
Saat ini lingkup pekerjaan yang akan dilakukan yakni penataan di Labuan Bajo adalah Puncak Waringin, penataan kawasan Kampung Baru, penataan integrasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan kawasan wisata kuliner Kampung Ujung, peningkatan trotoar dan Jalan Soekarno Hatta, pengembangan kawasan wisata Goa Batu Cermin, serta pengembangan sektor air minum & sanitasi Labuan Bajo.
Bahkan penataan lanjutan juga akan dilakukan di salah satu daerah penyangga Labuan Bajo yaitu Kampung Baru dengan pekerjaan pembangunan ruang terbuka publik, toilet wisata, dermaga nelayan, dan Jalan Gertak Bukit Pramuka seluas 60 meter persegi. Kementerian PUPR pada 2017/2018 telah membelanjakan anggaran sebesar Rp40,35 miliar untuk penataan kawasan di empat lokasi yakni Kampung Ujung, Kampung Air, Kampung Tengah dan Pulau Komodo.
Bukan itu saja dalam menyediakan fasilitas bandara yang dapat memberikan pelayanan berkualitas bagi wisatawan domestik maupun mancanegara serta khususnya wisatawan milenial, Kementerian Perhubungan pun menawarkan investasi pengembangan Bandar Udara Komodo, Labuan Bajo, NTT, senilai Rp3 triliun bertujuan bukan semata untuk membangun kompleks bandara internasional secara fisik, tetapi untuk menyediakan fasilitas bandara yang nyaman dan menarik bagi seluruh wisatawan.
Begitu pula Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengatakan maksimal tahun depan sudah rampung semua, terminal, airport, runway, rampung. Pemerintah daerah ingin pengelola bandara di kawasan-kawasan wisata memiliki jaringan pariwisata internasional.
“Pariwisata saat ini memang bukan lagi sekadar tren tapi telah bertransformasi menjadi kebutuhan dalam pemasaran dan pengembangan suatu destinasi wisata. Saya berharap agar keunikan, kekayaan alam, dan budaya Labuan Bajo tetap terjaga kelestariannya dan berkontribusi positif bagi perekonomian masyarakat lokal,” katanya.
Diharapkan agar sense of places yang dirasakan oleh para wisatawan domestik, mancanegara maupun wisatawan milenial saat berkunjung ke NTT tidak memarginalkan masyarakat lokal karena tourism is about everybody business. Pada dasarnya NTT memiliki DNA yang tepat bagi pariwisata. Hal itu tersusun atas keotentikan keragaman alam dan budaya.
Dalam hal membidik wisatawan milenial Labuan Bajo diharapkan bisa menjadi magnet wisata serta pengembangan kehidupan masyarakat adat hingga pengakuan negara akan eksistensi adat budaya setempat. Untuk itu, lanjut Viktor Laiskodat, butuh pembenahan di setiap destinasi, ini masih kotor puntung rokok dan sampah plastik dimana-mana. Pariwisata Labuan Bajo itu, kalau bersih, indah, pasti menarik wisatawan.
Gubernur Laiskodat mengingatkan memang disinilah perlu kerjasama antara pemerintah daerah, pengelola destinasi, saya berharap wisatawan millennial turut memberikan contoh kepada masyarakat sekitar serta untuk menjaga lingkungan kalau untuk berwisata sendiri terutama di Labuan Bajo.
“Paling tidak wisatawan milenial minimal berkegiatan tidak merusak atau tidak mengambil sumber daya alam, obyek daya tarik wisata itu sendiri, dan paling tidak mereka bisa mengurangi sampah dan membawa barang yang berpotensi menjadi sampah atau melakukan vandalism seperti corat-coret di obyek tertentu saat berada di dalam area wisata berbasis konservasi,” ungkapnya.
Ditambahkannya, saya rasa wisatawan millenial bisa memulai berwisata dengan ramah lingkungan serta santun, seperti tidak membawa bahan makanan yang berlebih dan yang berpotensi menghasilkan sampah. Obyek wisata alam ini akan kehilangan fungsi, keindahannya akibat ulah pengunjung yang tak bisa tertib.
Paling tidak ibu kota Kabupaten Manggarai Barat ini yang merupakan gerbang utama menuju Taman Nasional Komodo (TNK) yang menjadi habitatnya binatang purba langka raksasa Komodo (Varanus Komodoensis). Binatang purba Komodo itu antara lain menyebar di Pulau Komodo dan Rinca serta beberapa pulau kecil lainnya dalam wilayah TNK.
Komodo kemudian ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO, sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak di bidang Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan. Jauh sebelum Labuan Bajo ditetapkan menjadi bagian dari ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, wilayah di ujung barat Pulau Flores itu hanyalah kumpulan padang sabana dan hutan belantara. Nah, sudah siapkah wisatawan milenial untuk berwisata santun ke Labuan Bajo dan sekitarnya? [traveltext.id/photo special]