JIKA Anda membeli roti di toko maupun mentega di dekat rumah pastinya menyadari akan berhadapan dengan beragam pilihan, dan pengalaman berbeda, kadang-kadang yang sangat personal. Ketika menerima keadaan dengan mudah dan apa adanya. Sementara Anda juga membeli barang dari Amazon dan pengecer (peritel) kecil lainnya.
Namun, pada saat tertentu, Anda akan bertanya apakah para pelaku di industri perjalanan, pebisnis OTA (online travel agent) yang sudah mapan, benar-benar memahami posisinya saat peritel yang juga menjalankan bisnis agen perjalanan?
Karena ini penting berkaitan dengan posisi OTA, yang menjadi backbone OTA adalah teknologi yang mumpuni dan konten komprehensif seperti yang disediakan oleh Travelport, sebagai contoh dengan keahlian dalam mengembangkan bisnis seperti peritel cerdas.
Nah, bagi yang bekerja di industri dengan berbagai akronim aneh; PNR, BSP, PAX, dimana mungkin sebagai ahlinya, namun karena kesibukan kita sering melupakan keberadaan mereka yang membantu mengelola dan menjalankan bisnis perjalanan dengan lebih baik.
Tetapi saat ini posisi OTA telah menjadi kebutuhan tersendiri bahkan sebelum seseorang menjadi pelanggan. Penelitian kami menunjukkan, ada sekitar 70% calon wisatawan telah memanfaatkannya meski hanya untuk mencari ide/informasi. Jumlah yang sama telah mempercayai ulasan yang terpampang di situs tersebut.
Ada 73% akan memesan kembali melalui OTA jika mereka bisa memesan sekaligus seluruh rencana perjalanan. Ini adalah sebuah keunggulan yang menakjubkan. Tetapi seberapa efektif OTA. Memaksimalkan serta memanfaatkan posisi tersebut?
Ada sejumlah pebisnis OTA melakukannya dengan sangat baik. Layaknya aroma roti yang baru saja dipanggang yang menggoda kita untuk mengunjungi toko roti tersebut, pebisnis OTA yang cerdas dapat menawarkan ide-ide brilian secara langsung ke calon wisatawan daripada membuang waktu mereka hanya sekedar mencari informasi yang terpampang di layar.
Ini yang disebut teknologi pencarian asinkron (asynchronous search), yang dapat membuat perbedaan besar antara keterlibatan dan pengabaian yang membingungkan. Ini mengembalikan hasil dari penyedia saat sudah tersedia, daripada mengumpulkan semua hasil sebelum memberikan sebuah keputusan.
Begitu berada di dalam “toko” OTA, sebanyak 71% wisatawan menginginkan adanya tambahan pada fitur-fitur dasar berkaitan dengan proses pemesanan tiket penerbangan dan hotel yang dilengkapi dengan fasilitas tambahan.
Ini seperti berada di toko ritel yang meletakkan bahan-bahan yang menarik hati tepat di samping roti yang akan Anda beli. Ini merupakan cross-selling yang sangat relevan. Pebisnis OTA dapat melakukan hal ini dengan penawaran yang dipersonalisasi berdasarkan berbagai masukan untuk pemesanan tiket penerbangan, kamar hotel, penyewaan mobil, dan aktivitas lainnya yang mungkin cocok untuk pelanggannya.
Dengan data yang akurat akan membantu mereka mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan kampanye pemasaran, memberikan saran sebuah destinasi khusus daripada tawaran harga dan konten promosi kepada target pasar keluarga dan bukan backpacker, sehingga dapat meningkatkan rata-rata waktu belanja saat melakukan pemesanan.
Ini menghilangkan friksi dari proses belanja, mengurangi waktu yang dihabiskan wisatawan untuk mencari dan menegaskan bahwa OTA memahami mereka. Selain meningkatkan pengalaman pelanggan secara signifikan, menyederhanakan proses belanja juga membawa manfaat komersial yang signifikan. Ini meningkatkan perubahan positif serta mengurangi kesenjangan (gap) antara proses belanja dan pemesanan.
Para wisatawan, seperti pembeli lainnya, menginginkan sebanyak mungkin informasi terkait dengan pilihan mereka. Dan ini sudah seharusnya. Bisa jadi yang benar-benar sebagai produk big ticket. Sebagai contoh, penting untuk menunjukkan tarif tiket penerbangan dari maskapai terkenal sebagai perbandingan untuk menghindari pelanggan melakukan pengecekan ke website maskapai secara langsung.
Kondisi ini yang mendorong Travelport kini menampilkan lebih dari 275 maskapai dengan berbagai tarif berbeda. Hal ini memungkinkan agen perjalanan menawarkan tak hanya sekadar jadwal penerbangan dan tarif untuk wisatawan.
Terkadang, ketika kita berpikir tentang bahan makanan, saya menggunakan ponsel kita untuk menemukan ide resep masakan meski saya tidak melakukan pemesanan. Bukan hanya saja. Saat berada di toko, berdasarkan hasil riset Google, sekitar 82% pengguna ponsel pintar memanfaatkan ponsel untuk membantu mereka membuat keputusan untuk membeli sebuah produk.
Hal yang sama, sekitar 50% dari wisatawan menggunakan ponsel mereka untuk membuat keputusan, namun ketika melakukan pemesanan, mereka menggunakan perangkat lainnya. Mengizinkan pengguna memulai pemesanan pada satu perangkat dan melanjutkannya di perangkat lain merupakan cara untuk meningkatkan nilai di seluruh tahap pemesanan serta memberikan pengalaman pengguna yang lebih menakjubkan, mengarah pada tingkat perubahan positif yang lebih tinggi.
Sebelum melakukan perjalanan wisata, OTA dapat memberikan panduan dan rekomendasi, mengingatkan adanya berbagai gangguan/kendala, proses pemesanan taksi, menyarankan bantuan atau menambah nilai asuransi.
Selama perjalanan, ada delapan dari sepuluh orang akan menerima saran dari OTA mereka tentang hal-hal yang harus dilakukan. Penelitian kami juga menemukan bahwa 38% dari wisatawan yang berlibur beranggapan bahwa tidak dapat menghubungi secara langsung dengan petugas merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan ketika memesan perjalanan wisata.
Setelah perjalanan selesai, ada kesempatan yang terus datang melalui penambahan poin loyalitas dengan memberikan ulasan, saran perjalanan yang dipersonalisasi melalui aplikasi berdasarkan perjalanan sebelumnya dan laporan berkala yang menawarkan diskon.
Jadi baik di jalan utama, pusat perbelanjaan maupun secara online, konsep personalisasi, data, otomasi, dan kata kunci adalah hal penting dari kesuksesan sebuah ritel dan komersial. Kuncinya adalah mewujudkannya sebagai kenyataan dan mengubah penjelajah web yang pasif menjadi pemesanan aktif. [traveltext.id/photo special]