Traveltext.id

KEMENPAREKRAF MASIH ANDALKAN 3A KEMBANGKAN DESTINASI WISATA

KEMENTERIAN Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menyiapkan beberapa langkah guna atasi hal-hal yang perlu ditingkatkan dari 10 Bali Baru yang telah ditetapkan. Langkah tersebut masih terus berpegang pada prinsip 3A yang melingkupi atraksi, amenitas dan aksesibilitas.

Menurut Guntur Sakti, Kepala Biro Humas Kemenparekraf mengakui pengembangan dari 10 Bali belumlah sempurna. Karenanya, pihak Kemenparekraf masih akan terus melanjutkan pengembangan 10 Bali Baru tersebut dengan berpegang pada 3A adalah syarat mutlak buat mengembangkan destinasi.

“Tiap destinasi memiliki karakteristik yang berbeda sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Apakah destinasi ini membutuhkan dukungan atraksi, amenitas, atau akses, semua kami kembangkan sesuai dengan kebutuhan sehingga tepat sasaran dan pengembangannya bisa maksimal,” ujarnya.

Dikatakan, contoh, seperti aksesibilitas menuju Wakatobi yang masih sulit lantaran hanya ada satu maskapai yang melayani akses. Pihaknya terus menjalin komunikasi dengan berbagai maskapai dengan harapan ada keinginan untuk melayani rute tersebut.

“Juga, pihak Kemenparekraf berharap Wings Air yang sudah melayani rute tersebut juga dapat menambah kapasitas kursi atas penerbangan yang disediakan. Salah satu strateginya dengan menawarkan insentif kepada maskapai sehingga diharapkan bisa membantu biaya operasional dan mungkin dapat membantu menurunkan harga tiket,” ujarnya.

Dikatakan, mahalnya harga tiket dirasakan berbagai sektor, termasuk juga pariwisata. Kami akan coba komunikasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik. Kemudian, dari sisi amenitas dari Kemenparekraf telah berupaya dengan menggunakan konsep nomadic amenities dalam nomadic tourism. Kemenparekraf juga menilai konsep tersebut memiliki banyak bentuk seperti caravan, glam camp, homepod, bubble tent, dan lainnya.

“Kemenparekraf juga melihat konsep ini biayanya lebih murah dan lebih cepat tersedia sehingga bisa menjadi solusi sementara sebagai solusi selamanya. Membangun hotel permanen butuh waktu bertahun-tahun dengan biaya yang mahal. Sedangkan nomadic amenities sangat cepat dan biayanya jauh lebih murah, juga bangunannya juga bisa dipindah lantaran sifatnya portable dan semi permanen,” kata Guntur.

Ditambahkannya, Kemenparekraf sendiri sedang membangun amenitas jenis ini di beberapa lokasi dengan bentuk homepod atau rumah telur. Kami berharap hal ini bisa membantu memecahkan masalah amenitas di destinasi. [kontan.co.id/photo traveltext]