TERNYATA Indonesia mengikuti konferensi wisata kapal pesiar dalam ajang Cruise Lines International Association (CLIA) Cruise-360 Australasia yang berlangsung di Sydney, Australia belum lama ini.
Menurut Ketua Tim Percepatan Wisata Bahari Kemenpar Indroyono Soesilo di Sydney, Australia, mengatakan kegiatan ini sebagai upaya untuk memacu pertumbuhan industri kapal pesiar di Indonesia yang mulai menunjukkan hasil. Kunjungan wisman melalui sektor ini terus tumbuh terutama pada tiga tahun terakhir. Target kedatangan wisman melalui jalur kapal pesiar pada 2019 akan mencapai sekitar 430 ribu orang.
“Adapun sasaran Indonesia adalah meningkatkan jumlah kedatangan wisman yang datang menggunakan kapal pesiar. Sebab potensinya masih sangat besar. Wisatawan cruise ini bisa kita arahkan untuk berkunjung ke destinasi-destinasi wisata di kepulauan nusantara,” ujar Indroyono.
Indroyono yang hadir bersama anggota delegasi dari Kemenpar, Kemenko Kemaritiman, Pelindo III, PELNI, Konsulat Jenderal RI di Sydney, Visit Indonesia Tourism Office-Sydney, dan Destination Asia Corp menjelaskan potensi pasar wisman dari kapal pesiar di wilayah Asia Timur mencapai 2 juta orang pertahun. Sedangkan dari Australia dan Selandia Baru mencapai 1,3 juta orang pertahun.
“Jumlah itu merupakan peningkatan rata-rata 20% pertahunnya. Sedang jumlah singgah kapal pesiar di pelabuhan-pelabuhan Indonesia (calls) pada 2019 ditargetkan mencapai 667 calls, atau kenaikan rata-rata 17,7 persen pertahun,” katanya.
Indroyono menambahkan, alasan itu juga yang membuat Indonesia untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam ajang CLIA Cruise-360. Kegiatan diawali dengan pertemuan Pra-Konferensi pada 28-29 Agustus 2019.
Kegiatan ini dimanfaatkan delegasi RI untuk bertemu dengan operator-operator kapal pesiar dunia. Mereka di antaranya Carnival, Holland American Lines, Cunard, P&O, Princess Cruises, Seabourn, Dream Cruises, Scenic Cruises, dan Coral Expedition.
“Delegasi kita mendapatkan keyakinan bahwa, semua operator kapal pesiar di dunia ingin meningkatkan jumlah kunjungan ke perairan Indonesia. Bagi wisman, keindahan alam dan budaya nusantara sudah tidak diragukan lagi. Apalagi, Pemerintah Indonesia telah menggiatkan deregulasi dan membangun infrastruktur pelabuhan dan terminal untuk kapal pesiar di perairan nusantara,” ungkapnya.
Namun demikian, masih ada beberapa catatan Delegasi RI untuk segera diselesaikan antara lain ketersediaan BBM kapal pesiar di Pelabuhan Ambon, sistem air bersih, sistem pengolahan sampah, dan ketersediaan pengukur arus laut di Pelabuhan Benoa-Bali.
Dijelaskannya kembali, selain itu juga, berkaitan dengan kebijakan penutupan Pulau Komodo yang hingga kini belum ada kepastian secara tertulis. Kepastian sangat diperlukan karena pemasaran jalur kapal pesiar dilakukan oleh pihak industri untuk kurun satu hingga dua tahun kedepan.
“Hal itu juga berkaitan dengan boleh atau tidaknya kapal pesiar memasuki wilayah Taman Nasional Raja Ampat di Papua Barat. Mengingat kapal-kapal pesiar tadi telah dilengkapi sistem teknologi GPS modern. Dan kapal tidak perlu lego jangkar lagi, sehingga tidak merusak terumbu karang,” paparnya.
Dalam Konferesi CLIA 360 Cruise, Indonesia memperkenalkan 19 Pelabuhan sebagai destinasi kapal pesiar di nusantara. Menurutnya, industri kapal pesiar dunia mulai tertarik untuk memulai kegiatan mengunjungi Tanjung Lesung. Tujuannya adalah untuk melihat Gunung Anak Krakatau, mengunjungi Belitung, mengunjungi Balikpapan, mengunjugi Rinca, dan mengunjungi Ambon sebagai destinasi-destinasi baru.
“Dalam lima tahun ke depan akan selesai dibangun 127 kapal pesiar baru di seluruh dunia. Sebanyak 27 di antaranya kapal-kapal pesiar besar yang mampu mengangkut 3000-7000 penumpang. Semuanya memerlukan destinasi wisata, dan Indonesia menjadi prioritas menarik bagi industri kapal pesiar dunia. Meski Thailand, Vietnam, dan Filipina juga gencar mempromosikan destinasi-destinasi wisata kapal pesiar di wilayah mereka. Tapi Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi industri wisata kapal pesiar di Indonesia,” tutupnya. [traveltext.id]