DIREKTUR Utama Garuda Indonesia Pahala Mansury, mengatakan Perseroan Terbatas Garuda Indonesia Tbk menargetkan laba bersih perusahaan mencapai US$8,7 juta (setara Rp117,45 miliar, kurs Rp13.500) pada 2018.
“Pada tahun 2018, kami menargetkan laba bersih US$8,7 juta, pendapatan US$4,9 miliar dan aset mencapai US$5,3 miliar pada tahun ini. Adapun saat ini, maskapai Garuda Indonesia mencatatkan total kerugian sebesar US$213,4 juta (setara Rp2,88 triliun, kurs Rp13.500) pada tahun kinerja 2017, turun 2.378% dibandingkan laba pada tahun 2016 sebesar US$9,36 juta (setara Rp126,36 miliar),” ujarnya.
Dikatakan, kerugian disebabkan oleh biaya khusus dari pembayaran amnesti pajak sebesar US$137 juta juga denda atas kasus persaingan bisnis kargo dengan Australia sebesar US$7,5 juta pada kuartal kedua 2017. Kendati merugi, capaian pendapatan operasional perusahaan mencapai US$4,2 miliar, meningkat 8,1% dibandingkan 2016 sebesar US$3,9 miliar.
“Kita berharap kinerja pada tahun 2018 akan membaik meski di awal tahun diprediksi masih mengalami perlambatan karena masih low season. Kami juga berharap pada tahun 2018 kinerja membaik. Memang triwulan pertama mungkin masih ada kerugian karena masuk dalam low season, kami berharap full year pada tahun ini kami sudah bisa bukukan laba,” katanya.
Ditambahkannya, untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan, pihak kita akan melakukan sejumlah upaya, salah satunya adalah hedging atau lindung nilai terhadap avtur guna memitigasi fluktuasi harga. Biaya avtur meraup kontribusi yang cukup signifikan. Diharapkan hedging dapat membantu perseroan mengelola produksi yang efisien sehingga dapat mengendalikan biaya pengeluaran untuk bahan bakar.
“Terkait dengan avtur, pihaknya akan melakukan yang namanya hedging pada tahun ini. Hedging kami kisarannya masih di bawah 50%. Akan tetapi, sudah meningkat dua kali lipat dari hedging tahun 2017,” ungkap Pahala. [antaranews/photo special]